Salahsatu indikator penting dari kemajuan suatu bangsa adalah indikator kesehatan ibu, yaitu Maternal Mortality Rate atau disingkat MMR.
Definisi dari Maternal mortality rate atau Angka Kematian Ibu adalah angka kematian ibu setiap 100,000 kelahiran hidup, pada saat kehamilan atau 42 hari setelah kehamilan berakhir -yang penyebabnya berhubungan dengan kehamilan atau diperburuk oleh kehamilan dan penatalaksanaanya, tapi bukan karena sebab insidental/kecelakaan.
Masi bingung? Silakan dibaca di sumber link oleh WHO untuk definisi dalam bahasa Inggris
Definition MMR by WHO
Kenapa MMR ini bisa dijadikan sebuah indikator kesehatan?
Karena ibu atau perempuan digolongan sebagai populasi yang 'rentan' atau lemah.
Dalam suatu masyarakat yang partiarkal (seperti kebanyakan negara di Timur Tengah) dimana ada rentang besar dalam kesetaraan gender, kaum perempuan memiliki hak terbatas dibanding pria terhadap akses pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.
Sebagai akibatnya banyak anak perempuan tidak memiliki pendidikan lanjut, menikah pada usia muda, dan kehilangan hak atas alat reproduksinya; tidak bisa menentukan kapan ia ingin hamil, berapa jumlah anak yang ingin dimiliki dan seterusnya.
Perempuan juga acapkali tidak memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dalam keluarganya. Contohnya, keputusan untuk pergi ke layanan kesehatan mungkin diambil oleh suaminya, mertuanya atau orang lain yang lebih di'tuakan' dalam keluarga.
Di negara berkembang, faktor keterbatasan layanan kesehatan (kurangnya fasilitas kesehatan, letaknya jauh, sulit diakses oleh kendaraan) selain faktor kebudayaan dan sosial (perang antar suku, situasi politik yang tidak stabil) menyebabkan banyak ibu hamil tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan yang dia perlukan.
Sebagai perbandingan bisa kita lihat angka-angka dari kawasan timur tengah berikut:
MMR di Afghanistan adalah 1,800 (per 100,000 kelahiran hidup)
sedangkan di Mesir angkanya turun menjadi 130, Yordania dan Oman pada kisaran 62-64. Ajaibnya, masih di kawasan yang sama, negara penghasil minyak Kuwait dengan angka 4 per 100,000 kelahiran hidup -sama rendahnya seperti MMR di negara Uni Eropa (Jerman, Austria, Spanyol).
Ref: Sumber data dan statistik dari World Health Statistic, WHO 2010
Afrika bagian timur dan selatan mempunyai MMR yang tinggi, selain kawasan tersebut terkenal dengan konflik politik dan perang berkepanjangan yang menyebabkan krisis di berbagai bidang termasuk ekonomi- juga ada faktor ketidaksetaraan gender yang menyebabkan perempuan sulit mengakses layanan kesehatan.
Contohnya MMR di Sierra Leone yaitu 2,100 setiap 100,000 kelahiran hidup*
Kongo, Burundi, Malawi dan Nigeria masih mempunyai MMR yang 'lumayan' yaitu sekitar 1,100 walaupun angka tersebut sekitar 3 kali lebih tinggi dibanding MMR di Afrika Selatan (negara yang termasuk 'maju' di bagian selatan Afrika sehingga dipercaya sebagai tempat kompetisi World Cup 2010 kemarin).
* Catatan: MMR di Indonesia saat ini diperkirakan sekitar angka 360
Tingginya angka MMR di sebagian kawasan Afrika juga mempunyai hubungan erat dengan prevalensi HIV yang tinggi pada daerah-daerah tersebut, terutama di masa mengidap AIDS berarti vonis mati bagi penderitanya.
Tapi seiring dengan ditemukannya obat antiretroviral (ARV) yang dapat mencegah
bertambah banyaknya jumlah virus pada orang yang terinfeksi HIV, maka banyak juga orang yang terselamatkan dari transmisi baru karena penderita HIV menjadi non-infeksius.
MMR dijadikan indikator kemajuan karena menggambarkan representasi perempuan dalam negara tersebut yang mendapat akses terhadap fasilitas; pendidikan, kesehatan dsb.
(Pendidikan seorang wanita juga menentukan status kesehatannya).
Oleh karena itulah kematian seorang ibu menunjukkan bahwa akses atau layanan kesehatan di negara tersebut tidak bisa dinikmati oleh kaum perempuan.
Intinya, MMR yang tinggi di suatu negara menggambarkan populasi wanita masih 'terpinggirkan' hingga tidak kebagian jatah dalam pembangunan (contohnya di negara berkembang spt India).
Sebaliknya MMR yang rendah di suatu negara bisa menggambarkan bahwa 'kue pembangunan' terbagi rata sehingga populasi wanita bisa menikmati fasilitas yang tersedia- termasuk akses dan sarana kesehatan untuk ibu hamil.
Apa yang membuat MMR atau angka kematian ibu ini begitu penting?
Dampak dari kematian ibu tidak hanya dirasakan oleh anak atau keluarga yang ditinggalkan, tapi juga oleh komunitas atau masyarakatnya.
Kematian ibu bisa menyebabkan anak yang ditinggalkan lebih rentan terhadap penyakit dan gizi kurang, yang selanjutnya berimbas pada angka kematian anak (terutama bila anak yang ditinggal masih kecil /dibawah usia lima tahun).
Seorang wanita dalam rentang usia masa subur bila meninggal juga akan 'terhilang' secara statistik dalam angkatan generasi produktif, sehingga menyebabkan kerugian finansial tidak langsung bagi masyarakat.
Bisa kita lihat dalam tayangan televisi atau mungkin juga dalam kehidupan sehari-hari dimana seorang ibu bila meninggal dampaknya akan terasa lebih besar bagi kelangsungan hidup anak-anaknya.
Berita VoA tanggal 18 Maret 2012 dengan tajuk 'Banyak Kasus Kematian Ibu Melahirkan Bisa Dicegah' memuat laporan tentang kasus kematian ibu oleh organisasi Doctor Without Borders, atau yang lebih dikenal dengan MSF (dalam bahasa Prancis= Medicins Sans Frontiers).
Kelompok MSF ini memang sebetulnya lebih banyak bergerak di banyak daerah dimana layanan atau fasilitas kesehatan kurang stabil contohnya pada daerah konflik/ perang, dimana ada kegawatdaruratan/ bencana alam.
Akhir tahun 2011 kemarin ada juga berita dukacita dari sukarelawan dokter MSF asal Indonesia yang meninggal saat bertugas di Somalia, yang juga termasuk daerah rawan konflik di belahan Afrika.
Kembali lagi ke laporan tentang kematian ibu, MSF melansir bahwa 'sedikitnya 15 persen perempuan hamil di dunia menghadapi komplikasi berisiko kematian'.
Kehamilan sendiri sebenarnya suatu proses yang normal dan alamiah yang bisa dialami setiap wanita pada umumnya tanpa komplikasi.
Tetapi sebagian wanita lebih berisiko mengalami komplikasi saat hamil dan melahirkan terutama jika mereka mengalami kehamilan di usia yang terlalu muda (dibawah umur 18 tahun), atau kehamilan pada usia yang terlalu tua (kehamilan pertama diatas usia 40 tahun), atau telah memiliki penyakit sebelumnya (memiliki tekanan darah cenderung tinggi, diabetes/ kadar gula darah tinggi, sakit jantung bawaan, gagal ginjal dst).
Pendarahan selama masa kehamilan atau melahirkan bisa terjadi sebelum dan sesudah bayi dikeluarkan. Penyebabnya bisa karena kehamilan yang tidak berada di tempat seharusnya (ektopik, hamil luar rahim), atau juga karena letak plasenta yang mengganggu jalan lahir.
Resiko untuk mengalami perdarahan ini bisa diketahui selama masa kehamilan jika ibu hamil rutin memeriksakan dirinya ke petugas kesehatan.
Kadang juga seorang petugas kesehatan tidak dapat mengetahui adanya resiko perdarahan hingga tiba saat melahirkan, itu sebabnya selalu dianjurkan agar ibu hamil melahirkan di fasilitas kesehatan agar hal tersebut bisa diantisipasi.
Undang-undang aborsi yang berlaku di Indonesia saat ini sesungguhnya masih belum berpihak kepada pihak wanita. Bisa dibilang legalitas praktek aborsi di Indonesia masih dipertanyakan.
Juga sangat sedikit fasilitas aborsi yang aman, jika ada umumnya meminta biaya yang sangat tinggi kepada pasien.
Di negara maju, seperti Singapura, Malaysia atau di beberapa kawasan Uni Eropa, aborsi legal dapat diakses oleh setiap perempuan yang membutuhkan.
Prinsip 'setiap kehamilan sebaiknya diinginkan' membuat sebagian besar orang pro terhadap kebijakan dan praktik aborsi ini.
Banyak kehamilan yang tidak diinginkan seperti contohnya pada daerah konflik, wanita hamil akibat pemerkosaan dari pihak kolonial, atau juga pasangan yang sudah menikah jika memiliki jumlah anak cukup, atau bisa karena kegagalan alat kontrasepsi.
Tanpa adanya akses terhadap layanan aborsi yang aman, kebanyakan wanita dengan kehamilan yang tak diinginkan berhadapan dengan resiko kematian akibat praktek aborsi ilegal yang tidak aman.
Eklampsia atau hipertensi dalam masa kehamilan umumnya dialami wanita dengan faktor predisposisi tertentu.
Penatalaksaan pada wanita hamil dengan hipertensi jaman sekarang sebenarnya mudah saja, selama wanita tersebut rutin memeriksakan tekanan darah selama masa kehamilan.
Sekarang pun sudah tersedia obat-obatan yang aman dikonsumsi ibu untuk menurunkan tekanan darah tinggi selama masa kehamilan dan menyusui.
Kontraksi yang terganggu dapat terjadi ketika ibu memasuki fase melahirkan.
Bila kontraksi tidak cukup untuk proses kelahiran umumnya seorang ibu dianjurkan untuk menggunakan hormon oksitosin untuk membantu kontraksi rahim.
Hormon oksitosin juga diberikan ketika bayi sudah dilahirkan tetapi plasenta masih tertinggal didalam. Normalnya, setelah bayi dikeluarkan uterus/ rahim akan mengecil dengan sendirinya karena terus berkontraksi.
Uterus/ rahim yang tidak mempunyai kontraksi/ gerakan otot yang baik maka akan sulit untuk mengecil sehingga pendarahan akan terus berlangsung.
Akibatnya, ibu melahirkan tanpa kontraksi uterus yang baik akan kehilangan sejumlah besar darah dan bisa menyebabkan kematian.
*selain itu faktor Method, Management, Money juga tidak kalah pentingnya : )
Kenyataannya, di dalam banyak daerah, seperti di kawasan rawan konflik, tenaga medis setempat mungkin sudah 'melarikan diri' untuk menyelamatkan nyawanya, dan dimana infrastruktur juga rusak karena dibom musuh, seperti yang diberitakan MSF dalam VoA.
Saya pun pernah mencoba untuk mendaftar sebagai tenaga medis MSF.
Dalam formulir pendaftaran yang bisa diisi online, calon sukarelawan memang diminta berkontemplasi tentang kesiapan mereka baik secara fisik atau mental untuk ditugaskan di berbagai daerah rawan konflik.
Mereka para sukarelawan juga harus bersedia untuk tiba-tiba ditempatkan jika mendapat panggilan.
Ini karena komitmen MSF untuk beroperasi di daerah-daerah dimana tenaga medis sangat dibutuhkan tapi infrastruktur yang ada tidak memungkinkan, seperti Afghanistan yang oleh MSF dikatakan 'salahsatu tempat yang paling berbahaya di dunia untuk melahirkan.'
Saat ini MSF menyediakan pelayanan kebidanan di sekitar 30 negara.
Bagi mereka yang tertarik menjadi bagian dari MSF, organisasi ini membuka peluang bagi sukarelawan di berbagai negara.
Pengen juga sih jadi bagian dari aksi humanitarian mereka. . .
Berikut video dari Youtube tentang salah satu kegiatan MSF dalam meningkatan kesehatan ibu (maternal health) di negara berkembang
sumber: MSF Maternal health on Youtube
Tapi mengingat di Indonesia sendiri masih banyak pekerjaan bisa dilakukan untuk menurunkan MMR, jadi untuk sekarang marilah kita fokuskan pada peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi ibu-ibu di Indonesia terlebih dahulu :-)
Definisi dari Maternal mortality rate atau Angka Kematian Ibu adalah angka kematian ibu setiap 100,000 kelahiran hidup, pada saat kehamilan atau 42 hari setelah kehamilan berakhir -yang penyebabnya berhubungan dengan kehamilan atau diperburuk oleh kehamilan dan penatalaksanaanya, tapi bukan karena sebab insidental/kecelakaan.
Masi bingung? Silakan dibaca di sumber link oleh WHO untuk definisi dalam bahasa Inggris
Definition MMR by WHO
Kenapa MMR ini bisa dijadikan sebuah indikator kesehatan?
Karena ibu atau perempuan digolongan sebagai populasi yang 'rentan' atau lemah.
Dalam suatu masyarakat yang partiarkal (seperti kebanyakan negara di Timur Tengah) dimana ada rentang besar dalam kesetaraan gender, kaum perempuan memiliki hak terbatas dibanding pria terhadap akses pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.
Sebagai akibatnya banyak anak perempuan tidak memiliki pendidikan lanjut, menikah pada usia muda, dan kehilangan hak atas alat reproduksinya; tidak bisa menentukan kapan ia ingin hamil, berapa jumlah anak yang ingin dimiliki dan seterusnya.
Perempuan juga acapkali tidak memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dalam keluarganya. Contohnya, keputusan untuk pergi ke layanan kesehatan mungkin diambil oleh suaminya, mertuanya atau orang lain yang lebih di'tuakan' dalam keluarga.
Di negara berkembang, faktor keterbatasan layanan kesehatan (kurangnya fasilitas kesehatan, letaknya jauh, sulit diakses oleh kendaraan) selain faktor kebudayaan dan sosial (perang antar suku, situasi politik yang tidak stabil) menyebabkan banyak ibu hamil tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan yang dia perlukan.
Sebagai perbandingan bisa kita lihat angka-angka dari kawasan timur tengah berikut:
MMR di Afghanistan adalah 1,800 (per 100,000 kelahiran hidup)
sedangkan di Mesir angkanya turun menjadi 130, Yordania dan Oman pada kisaran 62-64. Ajaibnya, masih di kawasan yang sama, negara penghasil minyak Kuwait dengan angka 4 per 100,000 kelahiran hidup -sama rendahnya seperti MMR di negara Uni Eropa (Jerman, Austria, Spanyol).
Ref: Sumber data dan statistik dari World Health Statistic, WHO 2010
Afrika bagian timur dan selatan mempunyai MMR yang tinggi, selain kawasan tersebut terkenal dengan konflik politik dan perang berkepanjangan yang menyebabkan krisis di berbagai bidang termasuk ekonomi- juga ada faktor ketidaksetaraan gender yang menyebabkan perempuan sulit mengakses layanan kesehatan.
Contohnya MMR di Sierra Leone yaitu 2,100 setiap 100,000 kelahiran hidup*
Kongo, Burundi, Malawi dan Nigeria masih mempunyai MMR yang 'lumayan' yaitu sekitar 1,100 walaupun angka tersebut sekitar 3 kali lebih tinggi dibanding MMR di Afrika Selatan (negara yang termasuk 'maju' di bagian selatan Afrika sehingga dipercaya sebagai tempat kompetisi World Cup 2010 kemarin).
* Catatan: MMR di Indonesia saat ini diperkirakan sekitar angka 360
Tingginya angka MMR di sebagian kawasan Afrika juga mempunyai hubungan erat dengan prevalensi HIV yang tinggi pada daerah-daerah tersebut, terutama di masa mengidap AIDS berarti vonis mati bagi penderitanya.
Tapi seiring dengan ditemukannya obat antiretroviral (ARV) yang dapat mencegah
bertambah banyaknya jumlah virus pada orang yang terinfeksi HIV, maka banyak juga orang yang terselamatkan dari transmisi baru karena penderita HIV menjadi non-infeksius.
MMR dijadikan indikator kemajuan karena menggambarkan representasi perempuan dalam negara tersebut yang mendapat akses terhadap fasilitas; pendidikan, kesehatan dsb.
(Pendidikan seorang wanita juga menentukan status kesehatannya).
Oleh karena itulah kematian seorang ibu menunjukkan bahwa akses atau layanan kesehatan di negara tersebut tidak bisa dinikmati oleh kaum perempuan.
Intinya, MMR yang tinggi di suatu negara menggambarkan populasi wanita masih 'terpinggirkan' hingga tidak kebagian jatah dalam pembangunan (contohnya di negara berkembang spt India).
Sebaliknya MMR yang rendah di suatu negara bisa menggambarkan bahwa 'kue pembangunan' terbagi rata sehingga populasi wanita bisa menikmati fasilitas yang tersedia- termasuk akses dan sarana kesehatan untuk ibu hamil.
Jadi, bisa dibilang, kalau angka kematian ibu hanyalah sebuah hasil akhir dari efek pembangunan di dalam sebuah negara.
Apa yang membuat MMR atau angka kematian ibu ini begitu penting?
Dampak dari kematian ibu tidak hanya dirasakan oleh anak atau keluarga yang ditinggalkan, tapi juga oleh komunitas atau masyarakatnya.
Kematian ibu bisa menyebabkan anak yang ditinggalkan lebih rentan terhadap penyakit dan gizi kurang, yang selanjutnya berimbas pada angka kematian anak (terutama bila anak yang ditinggal masih kecil /dibawah usia lima tahun).
Seorang wanita dalam rentang usia masa subur bila meninggal juga akan 'terhilang' secara statistik dalam angkatan generasi produktif, sehingga menyebabkan kerugian finansial tidak langsung bagi masyarakat.
Bisa kita lihat dalam tayangan televisi atau mungkin juga dalam kehidupan sehari-hari dimana seorang ibu bila meninggal dampaknya akan terasa lebih besar bagi kelangsungan hidup anak-anaknya.
Berita VoA tanggal 18 Maret 2012 dengan tajuk 'Banyak Kasus Kematian Ibu Melahirkan Bisa Dicegah' memuat laporan tentang kasus kematian ibu oleh organisasi Doctor Without Borders, atau yang lebih dikenal dengan MSF (dalam bahasa Prancis= Medicins Sans Frontiers).
Kelompok MSF ini memang sebetulnya lebih banyak bergerak di banyak daerah dimana layanan atau fasilitas kesehatan kurang stabil contohnya pada daerah konflik/ perang, dimana ada kegawatdaruratan/ bencana alam.
Akhir tahun 2011 kemarin ada juga berita dukacita dari sukarelawan dokter MSF asal Indonesia yang meninggal saat bertugas di Somalia, yang juga termasuk daerah rawan konflik di belahan Afrika.
Kembali lagi ke laporan tentang kematian ibu, MSF melansir bahwa 'sedikitnya 15 persen perempuan hamil di dunia menghadapi komplikasi berisiko kematian'.
Kehamilan sendiri sebenarnya suatu proses yang normal dan alamiah yang bisa dialami setiap wanita pada umumnya tanpa komplikasi.
Tetapi sebagian wanita lebih berisiko mengalami komplikasi saat hamil dan melahirkan terutama jika mereka mengalami kehamilan di usia yang terlalu muda (dibawah umur 18 tahun), atau kehamilan pada usia yang terlalu tua (kehamilan pertama diatas usia 40 tahun), atau telah memiliki penyakit sebelumnya (memiliki tekanan darah cenderung tinggi, diabetes/ kadar gula darah tinggi, sakit jantung bawaan, gagal ginjal dst).
Lima alasan utama yang dapat menyebabkan kematian ibu menurut MSF adalah pendarahan (selama masa kehamilan atau melahirkan), sepsis atau infeksi, aborsi yang tidak aman, eklampsia atau hipertensi dalam masa kehamilan, dan kontraksi yang terganggu.
Pendarahan selama masa kehamilan atau melahirkan bisa terjadi sebelum dan sesudah bayi dikeluarkan. Penyebabnya bisa karena kehamilan yang tidak berada di tempat seharusnya (ektopik, hamil luar rahim), atau juga karena letak plasenta yang mengganggu jalan lahir.
Resiko untuk mengalami perdarahan ini bisa diketahui selama masa kehamilan jika ibu hamil rutin memeriksakan dirinya ke petugas kesehatan.
Kadang juga seorang petugas kesehatan tidak dapat mengetahui adanya resiko perdarahan hingga tiba saat melahirkan, itu sebabnya selalu dianjurkan agar ibu hamil melahirkan di fasilitas kesehatan agar hal tersebut bisa diantisipasi.
Layanan antenatal yang dianjurkan adalah minimal 4x selama masa kehamilan
[ sumber gambar: msf.org.au ]
Sepsis/infeksi selama masa kehamilan atau melahirkan bisa disebabkan oleh ketuban pecah sebelum waktunya, persalinan yang memakan waktu terlalu lama, atau karena penggunaan alat yang tidak steril selama proses kelahiran (contoh praktek memasukan dedaunan/ramuan oleh dukun beranak untuk mempercepat persalinan).[ sumber gambar: msf.org.au ]
Undang-undang aborsi yang berlaku di Indonesia saat ini sesungguhnya masih belum berpihak kepada pihak wanita. Bisa dibilang legalitas praktek aborsi di Indonesia masih dipertanyakan.
Juga sangat sedikit fasilitas aborsi yang aman, jika ada umumnya meminta biaya yang sangat tinggi kepada pasien.
Akibatnya banyak wanita memilih aborsi dengan cara yang tidak aman dan membahayakan jiwa mereka sendiri, terutama yang berasal dari kalangan ekonomi lemah.
Praktek aborsi yang masih identik dengan status 'ilegal' ini juga menyumbangkan angka kematian ibu yang tinggi di Indonesia seperti di banyak negara berkembang lainnya.
Di negara maju, seperti Singapura, Malaysia atau di beberapa kawasan Uni Eropa, aborsi legal dapat diakses oleh setiap perempuan yang membutuhkan.
Prinsip 'setiap kehamilan sebaiknya diinginkan' membuat sebagian besar orang pro terhadap kebijakan dan praktik aborsi ini.
Banyak kehamilan yang tidak diinginkan seperti contohnya pada daerah konflik, wanita hamil akibat pemerkosaan dari pihak kolonial, atau juga pasangan yang sudah menikah jika memiliki jumlah anak cukup, atau bisa karena kegagalan alat kontrasepsi.
Tanpa adanya akses terhadap layanan aborsi yang aman, kebanyakan wanita dengan kehamilan yang tak diinginkan berhadapan dengan resiko kematian akibat praktek aborsi ilegal yang tidak aman.
Eklampsia atau hipertensi dalam masa kehamilan umumnya dialami wanita dengan faktor predisposisi tertentu.
Penatalaksaan pada wanita hamil dengan hipertensi jaman sekarang sebenarnya mudah saja, selama wanita tersebut rutin memeriksakan tekanan darah selama masa kehamilan.
Sekarang pun sudah tersedia obat-obatan yang aman dikonsumsi ibu untuk menurunkan tekanan darah tinggi selama masa kehamilan dan menyusui.
Kontraksi yang terganggu dapat terjadi ketika ibu memasuki fase melahirkan.
Bila kontraksi tidak cukup untuk proses kelahiran umumnya seorang ibu dianjurkan untuk menggunakan hormon oksitosin untuk membantu kontraksi rahim.
Hormon oksitosin juga diberikan ketika bayi sudah dilahirkan tetapi plasenta masih tertinggal didalam. Normalnya, setelah bayi dikeluarkan uterus/ rahim akan mengecil dengan sendirinya karena terus berkontraksi.
Uterus/ rahim yang tidak mempunyai kontraksi/ gerakan otot yang baik maka akan sulit untuk mengecil sehingga pendarahan akan terus berlangsung.
Akibatnya, ibu melahirkan tanpa kontraksi uterus yang baik akan kehilangan sejumlah besar darah dan bisa menyebabkan kematian.
Kebanyakan kasus kematian ibu melahirkan memang bisa dicegah. BETUL.
Ini karena manusia sudah sedemikan banyak belajar dari pengalaman sebelumnya dan praktisi kesehatan jaman sekarang sudah mengetahui apa saja yang menyebabkan kematian ibu hamil.
Solusinya pun sepertinya sudah diketahui: Man (tenaga medis), Medicine (obat), dan Machine (peralatan).*
*selain itu faktor Method, Management, Money juga tidak kalah pentingnya : )
Kenyataannya, di dalam banyak daerah, seperti di kawasan rawan konflik, tenaga medis setempat mungkin sudah 'melarikan diri' untuk menyelamatkan nyawanya, dan dimana infrastruktur juga rusak karena dibom musuh, seperti yang diberitakan MSF dalam VoA.
Saya pun pernah mencoba untuk mendaftar sebagai tenaga medis MSF.
Dalam formulir pendaftaran yang bisa diisi online, calon sukarelawan memang diminta berkontemplasi tentang kesiapan mereka baik secara fisik atau mental untuk ditugaskan di berbagai daerah rawan konflik.
Mereka para sukarelawan juga harus bersedia untuk tiba-tiba ditempatkan jika mendapat panggilan.
Ini karena komitmen MSF untuk beroperasi di daerah-daerah dimana tenaga medis sangat dibutuhkan tapi infrastruktur yang ada tidak memungkinkan, seperti Afghanistan yang oleh MSF dikatakan 'salahsatu tempat yang paling berbahaya di dunia untuk melahirkan.'
Saat ini MSF menyediakan pelayanan kebidanan di sekitar 30 negara.
Bagi mereka yang tertarik menjadi bagian dari MSF, organisasi ini membuka peluang bagi sukarelawan di berbagai negara.
Pengen juga sih jadi bagian dari aksi humanitarian mereka. . .
Berikut video dari Youtube tentang salah satu kegiatan MSF dalam meningkatan kesehatan ibu (maternal health) di negara berkembang
sumber: MSF Maternal health on Youtube
Tapi mengingat di Indonesia sendiri masih banyak pekerjaan bisa dilakukan untuk menurunkan MMR, jadi untuk sekarang marilah kita fokuskan pada peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi ibu-ibu di Indonesia terlebih dahulu :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar